Rabu, 18 April 2012

Cerpen : Be Strong, babe!

   Terbangun dari tidurku, aku melihat ke kalender yang berada di dinding kamarku. Waw sekarang emang tanggal  8 Maret! Asik! Aku membuka handphoneku dan ada pesan disana. Kubuka pesan tersebut, ternyata pesan tersebut dari orang yang benar-benar aku nantikan. Aku tersenyum lebar membacanya. Hari ini, tanggal 8 Maret adalah hari lima belas bulan jadiku bersama kekasihku. Namaku Shabrina, aku siswi kelas 11 di sebuah SMA swasta. Pesan itu berisi "good morning princess, today is our anniversary 15th months! i hope we can have a long lasting relationship, no fight, no tears but more smile, more happiness, more laugh. I love you :D" wah pagi-pagi aku udah dapet pesan manis hihihi. Aku tidak membalas pesan dari kekasihku itu, Dika. Sesampainya aku disekolah, "shab, happy anniv with dika yaa, keep romantic! kalian tuh hebat ya gak pernah berantem selama setahun ini!" ucap temanku, Ayu. "ehehe iya terimakasih ayu." yap! kami berdua sering di nobatkan sebagai pasangan yang gak pernah berantem sama teman-teman disekolah. "happy anniv shab! pertahankan keromantisan kalian ya!" ucap Fani. "terimakasih Fan" jawabku. "asli ya iri banget sama kalian berdua, gapernah berantem heboh, sekali-kalinya berantem gak ada sehari langsung baik lagi, aduh pertahanin banget tuh ya sab!" ucap Ayu. "iya Ayu sayanggg" jawabku. "halo princess ku! good morning" sapa dika dengan senyuman manisnya. "wops! good morning juga dan happy anniversary dika" jawabku. "Yu,Fan gue pergi bentar yaa" kataku. "oke deh, selamat pacaran ya pasangan teromantis!" ledek ayu padaku. "hahaha temen kamu lucu-lucu ya shab" kata Dika. "iya tuh dasar emang haha". "aku seneng deh gak kerasa kita udah lima belas bulan ngejalanin hubungan kaya gini." kata Dika. "iya dik, aku juga seneng bangetttt, kita selalu bisa nyelesain masalah dengan baik" jawabku. "semoga seterusnya begini ya shab" "iya" jawabku dengan penuh senyum. "eh besok kita main yukkkk" ajak Dika. "boleh-boleh, kemana nih?" "kita ke dufan aja yaaa" "siaaaap" jawabku.

    Hari yang ku tunggu akhirnya datang juga. Hari ini aku jadi pergi ke dufan sama Dika. Pagi ini dia menjemputku dengan mobilnya. Udah cukup umur jadi dia berani bawa mobil. "selamat pagi" sapanya dengan penuh senyum. Aku menaiki mobilnya. "pagi" jawabku. Hari sudah sore, saatnya kami pulang. "Aku laperrrrrrr, makan dulu yaaa" kata Dika. "okedeeeh." "aduh duh" kata Dika sambil memegangi dadanya. "eh, kenapa kamu?" "arrrh gatau nihh, dada aku tiba-tiba kerasa sakit" erangnya kesakitan. "berenti dulu deh dik tuh didepan ada supermarket, aku beliin kamu minum dulu ya" pintaku. Dika menuruti kataku. Aku membelikannya air mineral dan roti, sekedar untung mengganjal rasa lapar aja. "ini kamu minum dulu biar gak terlalu nyesek lagi" kataku sambil memberikan minumnya. Aku melihatnya yang sedang mencoba menarik nafas dalam-dalam. "hahh, makasih ya, udah agak redaan kok. Kita mau makan dimana?" katanya. "Langsung pulang aja ya dik, kamunya lagi kurang sehat gitu. Nih aku kan udah beli roti, buat pengganjel laper lumayan kan. Kamu nanti dirumah langsung istirahat ya" jawabku sambil membukakan roti untuk dika. "wah makasih banget sab, kamu tuh emang ya cewek terbaik sedunia yang pernah aku milikin" jawabnya. "bisa aja kamu haha udah nih makan rotinya" kataku. "kamu juga makan dongg" kata dika. "iya ini aku mau makan". "huaah capek juga ya main seharian gini, eh tapi gakdeh, gak cape kalo perginya sama kamu" "iya sama,aduh bisa aja sih haha" jawabku. Kami melanjutkan perjalanan. Dika mengantarku kerumah, dia gak mampir dulu karena aku langsung suruh dia pulang dan istirahat.

    Hari ini hari minggu, aku belom dapet kabar sama sekali dari Dika. Udah aku coba buat ngehubungin dia tapi gak ada balesan sama sekali. Dikaaaa...kamu kemana sih? pertanyaan itu terus aku pertanyakan dalam hati. *beepbeep* handphoneku berdering, ku angkat telepon tersebut. "iya dikaaa?" ucapku penuh bahagia. akhirnya aku bisa berhubungan lagi dengan Dika. "shab, maaf ya aku dari semalem gak ada kabar." "iya gak apa-apa dik, kamu kemana aja?" "aku abis dari dokter shab." "oh ya? terus gimana kata dokter?" "aku baik-baik aja kok" "sukur deh ya dik,aku seneng dengernya" "iya." kenapa percakapan ini begitu dingin? pertanyaan itu melayang di pikiranku saat aku sedang ngobrol dengan Dika. "shab" "iyaaa?" "aku mau kita putus" HAAAAH?! pertanyaan itu terlontar begitu saja dari sebrang. "kok?" tanyaku lemas. "iya aku mau kita putus, kita udahan, gak ada lagi hubungan diantara kita. kamu jauhin aku aja ya, aku gak bisa jadi yang terbaik buat kamu" lagi-lagi petir seperti menyambar hatiku. Sakit banget dengernya, baru aja kemaren aku seneng-seneng sama Dika! Dika...kenapa kamu tiba-tiba begini sih? "aku gak mau kalo alesanya gajelas gini, aku gak mau" ucapku langsung menutup telepon tersebut. Aku terbaring dikasur dan menangis. Teringat semua kalimat yang barusan dia ucapkan itu rasanya kaya abis terbang terus ketabrak pesawat. Mana Dika? kenapa dia gak ngehubungin aku?


    Saat disekolah aku cuma bisa meluk Ayu dan Fani, aku cuma bisa nangis. Aku melihat Dika lewat didepanku dengan begitu saja dia lewat tanpa menyapaku. Yang biasanya dia nyamperin aku, nyapa aku, tapi sekarang enggak. "gue belom nge-iya-in keputusan semalem fan, yu" kataku. "iya shab,itukan berarti lo belom putus ya" jawab Ayu. "lah dika, lo putus sama si shabrina?" tanya mario teman sekelas Dika. "iya mar, gue gamau ninggalin dia, mending dia aja yang ninggalin gue" "hah? gue gak ngerti dik maksud lo" "ya gue malah gak bakal kuat kalo gue yang ninggalin dia, gue lebih milih dia ninggalin gue, gue gamau liat dia sedih" "lah lah lo mutusin dia gini juga kan udah sama aja lo bikin dia sedih." "iya,tapi..ah yaudah gue terpaksa cerita sama lo deh mar kayanya" "cerita apaan dik?" "gue di vonis kena kanker paru-paru mar, stadium 2 mar. gue tau jangka hidup seorang penderita kanker kaya gitu tuh gak lama, apalagi gue udah stadium 2 ternyata. Makanya gue gamau kalo nantinya gue ninggalin dia dan gak balik lagi." "serius dik? semangat! tapi cara lo salah, gak seharusnya lo nyembunyiin itu dari pacar lo sendiri." "iya tapi gue malu banget, mana mau sih dia punya pacar yang penyakitan gini" "gue yakin kok shabrina bukan orang yang kaya gitu" Air mata membasahi pipi Dika secara perlahan. "aduh gue cengeng banget. Thanks mar" Dika pergi keluar kelas. "maafin aku" seseorang memelukku dengan sangat erat. DIKA!! "d..d..dik?" "maafin aku soal omongan aku kemarin, aku ngomong kaya gitu cuma karena aku gamau nantinya aku ninggalin kamu" "ah? aku gangerti" "sini" dia mengajakku sedikit berjauhan dengan Ayu dan Fani. "aku bohong soal hasil dari dokter itu. Aku gak baik-baik aja. Ternyata udah dua bulan kemaren aku kena kanker paru-paru. Udah sampe stadium 2. Aku sadar kalo umur aku gak bakalan panjang. Aku gak mau ninggalin kamu duluan. Kamu juga pasti malu kan punya pacar penyakitan gini" "apaansih! aku gak akan malu, kita jalanin ini sama-sama." "makasih shab" ucapnya sambil menghapus air mataku.

    "shabshab cantiiiiik" sapa Dika ramah kepadaku. "iyap?" "nanti pulang sekolah kerumah aku yukk, nyokap kangen tuh katannyaaa" "masa sih? hm boleh, udah lama juga ya gak ketemu nyokap kamu" "iyaaaa, eh mulai minggu depan aku udah mulai kemo loh shab, aku takut deh" "kamu gaboleh takut dik, ini juga buat kamu kok, berani ya?" ucapku pelan sambil aku meyakinkannya dengan menggenggam tangannya. "iya aku harus berani yaaa...tapi nanti aku bisa botak tau shab. Kamu gamalu apa nanti aku jadi botak terus pucet-pucet gitu? ishhh" "ih ngomongnya! aku gaakan malu, kita jalanin semuanya sama-sama yaa" "ah makasih, semangat nih jadinyaaa" "gitu dongg!" kulemparkan senyumku padanya. "arrrh" erang dika sambil memegangi dadanya. "dik? are you ok?" tanyaku panik. "sedikit sakit di dada shab..duh" "yuk aku anter kamu ke uks aja" ucapku sambil menariknya pelan. Sekarang Dika udah istirahat di uks, tinggal aku yang kembali untuk melanjutkan pelajaran karena waktu istirahat sudah habis. "teeeet teeet" bel pulang sekolah berdering, aku langsung bergegas ke ruang uks menemui dika. "hai, gimana? udah baikan?" tanyaku. "udah kok, balik yuk." "okedeh yuk." "baliknya kerumah aku tapi ya" "iya dikaaa,sesuai janji aku tadi pagi kok". Sesampainya dirumah Dika "yuk masuk, nyokap lagi di dapur tuh, nanti kamu la...arrrrrhhh" lagi-lagi Dika mengerang kesakitan, aku panik banget! "dik??? sakit lagi? kamu keatas aja ya duluan istirahat, biar aku temuin nyokap kamu dulu" "i..i..ya shab" aku pergi ke dapur dan menemui ibunya Dika, tante Erika. "siang tante Erika" sapaku. "waah siang shashab. Lama gak kesini ya kamu" "iya tante hehe sekalian main aja, kangen juga aku sama tante" "tante juga kangen sama kamu shab, eh Dika mana?" "emm Dika keatas duluan tante, tadi dadanya dia sakit lagi' "oh? kamu udah tau ya shab?" "iya tante, baru aja tadi di ceritain sama Dika. Semoga aja dia bisa ngelewatin ini semua ya" "iya amin, kamu malu gak nanti kalo punya pacar kaya Dika?" "tentu enggak tante, aku gak akan pernah malu punya pacar kaya Dika" "sukur ya kamu tuh tulus banget" "hehehe" "eh yaudah ini tolong bawain makan siang Dika ya, dia kan gak boleh telat minum obatnya" "oke" aku membawakan makan siang Dika ke ruang keluarga yang berada di lantai atas. "ish bandel amat sih dibilanginnya! Disuruh istirahat malah main game, dasar!" gerutuku. "ehehe maaf maaf,abisnya aku bete hari ini tiduran terusss. Tega apa kamu?" jawabnya santai. "bukannya tega, tapi kamu tuh susah dibilangin deh" "maaf deh maaff. eh itu kamu mau makan?" "enggakk,ini makan siang kamu. Ayo makan, kan kamu gaboleh telat minum obat" sambil ku sodorkan makanan tersebut. "ini neng makan siang buat neng" si mbok datang membawakan makanan untuk ku. "eh makasih mbok" "iya sama-sama, mbok permisi dulu ya" "iyaa". "ayo deh kita makan bareng. mau aku suapin apa kamu?" kata Dika. "hih ngeledek! aku bisa makan sendiri". Selesai acara makanku bersama Dika. "sini piringnya aku beresin, itu kamu minum aja obatnya. Obatnya dimana tuh?" "eh apaan? sini sini aku aja yang beresin. Itu tuh obatnya ada dikamar aku, kamu mau?" "ih rese, aku gak mau! ih udah sini aku aja yang bawa" "suuuuut diem. Nona manis duduk aja disini" Dika berdiri dan membawakan piring-piring kotor,"kenyaaaang" ucapnya sambil berjalan *PRAAAANGGG* "EH?! Dik???" aku menghampiri Dika. "argggghhh" lagi-lagi Dika mengerang kesakitan, kali ini dia terduduk. "bandel sih, udah ayo ke kamar kamu aja, kamu istirahat. Biar nanti aku yang beresin pecahan piringnya. Dika gak ngomong apa-apa, aku membantunya untuk berjalan. "udah ya kamu, nih minum dulu obatnya terus kamu tidur ya. aku mau beresin pecahan piringnya dulu". Aku keluar kamar Dika dan membereskan pecahan-pecahan piring. "aduh neng, sini biar mbok aja yang beresin. Nanti tangan neng berdarah" "eh eh kenapa ini?" tanya tante Erika. "ini nih tante tadi Dika mau bawain piring kotornya kebawah, padahal udah aku larang tapi dia tetep ngotot" jawabku. "ish yaampun itu anak, Dikanya mana sekarang?" "di kamar tante, udah aku suruh istirahat." "oh yaudah makasih banyak ya shab, nanti kamu tante aja yang anter pulang. Kebetulan mobil nganggur." "oh iya tante makasih banyak.". Sudah jam 7 malam, waktunya aku pulang. Aku gak pamit sama Dika soalnya dia masih tidur. Tante Erika mengantarku sampai rumah.

    Sudah 5 bulan Dika mengidap kanker paru-paru stadium 2, bagiku itu sudah parah. Dimana tumor mulai tumbuh. "shab" sapa Dika dengan suara pelan. "dik? kamu pucet banget hari ini, kenapa sekolah?" tanyaku. "ah engga aku biasa aja. Eh kamu liatkan sekarang rambut aku udah pada gak ada. Aku tuh ngerasa gak guna tau gaksih dengan tubuh aku yang kaya gini" "dik, kamu jangan pernah ngomong kaya gitu yaa. Kamu berguna kok. Udah kamu gausah ngerasa useless gitu. Gak main sama temen-temen?" "iya shab. eh yaudah aku main yaa.". "wei sob! botak nih ya sekarang hahaha asikk" ledek Bregas. "weees yoi banget nih kan style-style deodoran gimana gitu" lanjut Riko. "ah biasa aja sob, ya coba model baru lah" jawab Dika. "Dik, lo sakit? Lo pucet banget" tanya Mario. "enggak mar ah biasa aja gue". "coba ah mana sini deodoran" ledek Bregas sambil dia menyiku kepala Dika pelan. "ah" Dika sedikit meringis. "eh kenapa sob?" tanya Bregas. "gapapa, bentar ya mau ke cewe gue dulu". Aduh duh Dika kenapa nih? kok tiba-tiba nyender dibahu aku? kenapa genggaman tangannya kenceng banget? Kenapa tangannya begitu dingin? "Dik? kamu kenapa?" "hsssh sakit shabb rasanya sakitttt" Dika meringis. "iya, sakit dimananya?" "semuanya Shab, semua. badan aku  berasa sakit semua shab, terutama dada aku shab. hsssh sakit banget rasanyaaaaa. Aku gak kuat Shab. Sakiiiiiittttt" genggaman tangan Dika semakin erat. EH? aku gak tega liat kamu Dikaaa...aku juga ikut sakit liat kamu kaya gini... seketika aku mengeluarkan air mataku. "k..k..kamu pulang aja ya dik? ya? aku telepon mama kamu sekarang. kamu pulang aja ya? kamu gak bisa kaya gini" "kamu kenapa nangisss?" tangannya mencoba untuk meraih wajahku, ia berusaha menghapus air mataku. "dik udah, kamu gausah maksain. aku telepon mama kamu ya." aku mencoba untuk menahan tangisanku. "eh shab, Dika kenapa?" tanya mario. "dia kambuh mar, tolong bantu dia ke meja piket ya, gue mau ngehubungin nyokapnya dulu." "oh oke shab. Yuk Dik gue bantu. Pelan-pelan aja ya" Mario berusaha membantu Dika untuk berjalan. "ati-ati mar" Sudah aku menghubungi tante Erika, hanya tinggal menunggunya datang. "Dik, kamu tahan ya, nyokap kamu lagi on the way ke sini. kamu kuat dik!" ucapku sambil berusaha menenangkannya. "ini kenapa?" tanya Bu Rina. "sakit bu, sebentar lagi ibunya kesini. tolong minta surat izin ya bu." jawab mario. "tante! Dika tante!" ucapku panik. "iya sayang. sebentar tante nemuin guru piketnya dulu ya. Titip Dika dulu sebentar.". "Shab...Sakit...aku gak kuat" lagi-lagi Dika meringis. "iya,aku ikut ngerasain dik. kamu tahan ya, nyokap kamu lagi minta surat izin piket." bibirku sudah mulai bergetar menahan tangis. "ayuk dik, makasih ya shab. eh anu tolong tante ya bantu anter Dika ke mobil" pinta tante Erika kepada Mario. Aku berdiri terpaku memandangi Dika yang tak berdaya seperti itu. "haah udah beres. Jangan nangis shab. Dika pasti bakal ikut sedih nanti" "haaaa Mariooo, gue gak kuaaaat". Yah pada akhirnya air mataku turun dengan derasnya. "udah jangan nangis. Nanti pulang sekolah gue anter lo deh nemuin Dika" "makasih mar,yaudah yuk keatas". "eh lo kenapa shab? kok nangisss?" tanya ayu. "haaaaa Dikaaaa, gue takut Dika kenapa-kenapa yuuuu" jawabku dengan tangisan yang semakin tak terbendung. "dika? dika kenapa emang tadi?" tanya Fani. "sebenernya gue gak boleh cerita, tapi gimana? gue harus cerita" jawabku yang sambil menahan tangisku lagi. "hah?!!!" serentak Fani dan Ayu kaget. "iyaaaaa, makanya gue takuutttttt". "Kita doain Dika ya semoga dia gak kenapa-kenapa, lo tenang Shab" Ayu mencoba untuk menenagkanku.

    "teeet teeeet" "Udah waktunya balik, yuk Shab" ajak Mario. Kami berdua menuju rumah sakit dimana Dika ditangani. Sepanjang jalan aku terus memikirkannya, aku bener-bener khawatir. "sore, tanteee" sapaku yang langsung memeluk tante Erika. "Shab? kamu jangan nangis kaya gini yaa. Tante ngerti kok, tante juga pengen nangis,tapi kita gak boleh nunjukin tangisan kita di depan Dika" saran tante Erika. "iya tante, gimana keadannya Dika?" "Belum sadar dari tadi pagi itu shab" Tante Erika seperti terlihat menyeka air matanya. "eh, sore tante." sapa Mario. "iya sore, oiya makasih ya tadi bantuannya. Nama kamu siapa?" "mario" "oke mario. Kalian kesini Dikanya belom sadar, maaf ya". "Dik? jangan banyak bergerak" Kalimat dari Mario membuatku dan tante Erika kaget. HAAAAAAA Dika sudah sadar! "Dik?" "sebentar ya tante mau panggil dokternya". "s...s..shab? mar?" tanya Dika dengan suara lemas. "iya Dik? Sukur ya kamu udah sadar" jawabku. "iya sob, gue ikut seneng liat lo udah bisa sadar" jawab Mario. "maaf ya tadi gue ngerepotin kalian" ucapnya. "sebentar ya saya mau periksa Dika dulu." ucap dokter. "hm, dia sudah bisa siuman. Tapi belum bisa benar-benar stabil, jadi ya masih harus dirawat, sekitar 2 mingguan. Untuk menangani penyakitnya ini." "iya gak apa-apa dok" jawab tante Erika. Dika? kamu senyum ke arah aku..senyum kamu terlihat begitu tulus..gak tau kenapa aku sakit liatnya. Aku tau apa yang kamu rasain. "dik, gak apa-apa kamu istirahat aja ya" ucapku sambil menggengam tangannya. "iya, maaf ya gak bisa ketemu lama" jawabnya pelan. "iya gak apa-apa kok". "Tante, Dika, aku sama Mario pulang dulu ya. Kalau bisa besok aku kesini lagi" "iya shab, hati-hati ya. Jangan lupa suratnya tadi." "iya tante." "dik aku pulang dulu ya" "sob balik dulu ya" "iya, makasih banyak ya". Aku keluar ruangan Dika dengan menahan tangisku lagi. Dik, bukan cuma kamu yang ngerasain sakit, aku juga. Apapun yang kamu rasain, aku bisa ikut ngerasain hal itu juga.


    Sudah hampir dua minggu aku menjalani hariku disekolah tanpa Dika disampingku. Aku selalu bolak-balik ke rumah sakit untuk menemui Dika. Aku melihat dia terbaring lemas dan pucat diatas kasur. "hey, happy anniversary Dika" "wah bunga! cantik! makasih ya shabshab cantik. Maaf aku gak bisa ngasih kamu apa-apa" "iya gak apa-apa kok dik. eh iya, nyokap kamu mana?" "gak tau tuh lagi ngobrol sama dokter tadi, biasa bokap yang ngajak" "oh bokap kamu lagi ada disini?" "iya,begitu nyokap ngasih tau soal aku, bokap langsung kesini" "eh itu makan siang kamu? kok belom dimakan?" "iya lemes tangan aku, aku juga gak napsu makan" "gak boleh! ayo makan, sini aku suapin" aku menyuapi Dika. Dik...aku gak tega. Kamu kuat! lagi-lagi aku ingin menangis. "eh ada shabrina" ucap om Dedi, ayahnya Dika.  "iya om hehe" "rajin ya nyuapin Dika" "hehe iya om,abisnya dia gak mau makan" "iya bagus-bagus. Selesai kamu nyuapin Dika, bisa om ngobrol sebentar sama kamu shab?" tanya om Dedi. "bisa om, sebentar ya ini udah mau selesai." "udah ah aku kenyang" kata Dika. "yaudah, kamu minum nih, terus nanti minum obat ya. aku mau nemuin bokap kamu dulu" "siap ibuuu" ledek Dika. "iya om ada apa?" tanyaku. "kamu gak apa-apa kan kalo pisah lagi sama Dika? Sekitar ya tiga minggu lagi" "maksud om?" "jadi gini loh shab, kata dokter, tumor yang ada di Dika udah mulai ganas, jadi mau gak mau harus operasi angkat tumor. Tapi sayangnya disini belom memenuhi standar, jadi om sama tante mau bawa Dika ke Singapura, sesua sama saran dokter. Kebetulan dokter disana juga kerabat dari dokternya Dika. Gimana? kamu gak apa-apa?" Apa? aku harus pisah lagi? tapi gak apa-apa ini buat kebaikan Dika. Aku harus siap. "ehm iya om gak apa-apa kok. Ini semua buat kebaikan Dika." "makasih banyak pengertiannya ya Shab. Dika emang gak salah deh pilih kamu buat jadi pacar!" "hehe bisa aja om, oiya kapan berangkatnya?" tanyaku yang mulai menahan tangis. "kemungkinan lusa shab, nanti om titip surat lagi ya." "oh yaudah,oke om" "nanti kamu om anter pulang dulu shab, biar tante yang disini nanti" "iya om makasih". Kami kembali masuk keruangan Dika. "Dik, aku pulang dulu ya. Semoga semuanya lancar ya". Aku meniggalkan ruangan Dika. Om Dedi mengantarku pulang.
 
    Saat disekolah aku bener-bener ngerasa hampa, tapi aku cemas juga sama keadaan Dika. "Shab? kamu pacarnya Dika kan ya?" tanya bu Mira, wali kelasnya Dika. "iya bu,ada apa?" "ehm kalo ibu baca ini surat sakitnya lama banget. Dia sakit apa shab emang?" "ehm...dia kena kanker paru-paru bu. Surat yang sekarang ini, izin untuk dia melakukan operasi di Singapura." "hah? yaampun kok ibu baru tau? iyaudah nanti ibu jelasin ke guru bk ya. Semoga operasinya lancar deh" "iya terimakasih bu".

    Tiga minggu berlalu, aku masih belom dapat kabar dari Dika. Aku bener-bener cemas. Tante Erika dan om Dedi aja belom ngabarin aku. Dika...gimana keadaan kamu? aku khawatir dik. Aku sedang berbincang-bincang dengan Ayu, Fani dan Mario. "Shab, gimana si Dika?" tanya Mario. "belom ada kabar mar" Aku lemas dan menyender di bahu Ayu. "sabar sayang, mungkin disana masih sibuk" Ayu mencoba menenangkanku. "tapi ya semoga dia sembuh ya Shab." ucap Fani. "aduh siapa sih nih? ngapain sih nutup-nutupin mata gue? rese banget!" aku kesal. "hello my sunshine! thanks for all attention that you gave to me!" HAAAH??? Dika ada di hadapanku sekarang! ini bener-bener Dika! Dika hadir lagi di hidupku! "DIKA!!!! aaaaa akhirnya!" ucapku kegirangan. "iya ini aku dika, masa lupa? hai kawan! gak lupa kan sama gue?" "enggak sob! gimana operasi lo?" tanya Mario. "iya iya gimana dik?" samber Ayu dan Fani. "ya udah diangkat kata dokter. Gue bersyukur banget bisa lepas dari penyakit nyusahin itu." "sukur banget dik!' ucap Mario, Ayu, dan Fani. "Dika! kenapa gak ngabarin aku dulu sih?" tanyaku. "biarin aja, kan surprise! oiya dua hari yang lalu kan kita anniversary ya? aku gak bawa apa-apa nih, maaf ya" ucap Dika. "rese! iyaaa,happy anniversary loh ya! gausah mikirin hadiah deh, bagi aku ya tau kamu bisa sembuh gini aja tuh udah hadiah anniversary buat aku dik!" "serius? waaaah pacar gue deh emang! Love you banget shab!" Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku. "sekali lagi makasih banyak ya, kamu udah mau tulus ngerawat aku dari berbulan-bulan lalu, aku udah nyusahin kamu tapi kamu gak pernah capek. makasih banyak ya buat semua ketulusan kamu." "gak usah berlebihan, iya sama-sama ya. aku gak pernah capek kok. Sekarang kamu gak akan ninggalin aku deeeh" "iya!" Dika melemparkan senyuman terindahnya kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar